Kelas
menulis KLPI tidak seperti biasanya. Lenggang. Tapi, itu bagian dari
rutinitasnya selama ini. Kadang kelas banyak kedatangan kawan-kawan, juga
seringkali seperti pekan kemarin, sepi.
Bagi
kawan-kawan, kondisi demikian sudah biasa. Yang berbahaya jika KLPI berhenti.
Apabila KLPI berhenti, itu artinya dua hal: pertama, tujuan KLPI sudah
terealisasi. Kedua, jika menulis dilarang pemerintah.
Yang
pertama, barangkali keadaan yang masih jauh, bahkan utopis. Mau mengharapkan
semua orang menjadi penulis. Mau mengharapkan semua orang sadar literasi.
Kesannya muluk belaka. Tapi, bukankah semua tujuan harus muluk-muluk. Optimis.
Pilihan
yang kedua, bukan tidak mungkin bakal terjadi. Bukankah selama ini pemerintah
sering kalap jika ada warganya lapakan buku. Menggusur dengan dalih mengganggu
keindahan kota.
Di
Makassar, ada namanya Pasar Minggu; komunitas yang terdiri dari anak-anak muda
kreatif. Berasal dari beragam kelompok dan kecenderungan, tiap pekan berkumpul
berdiskusi, menjual buku, membuat handycraff, berpuisi, dsb. Tapi, belakangan
mereka digusur satpol PP. Sudah pasti dengan alasan yang sama.
Di
kampus UNM, beberapa lapakan buku mahasiswa dilarang beraktivitas. Informasi
yang diterima, jualan dan diskusi buku itu tidak memiliki ijin. Sungguh tidak
masuk akal. Aktivitas intelektual macam lapakan buku dilarang. Besok-besok
ketika membawa buku di dalam kampus bisa jadi dirazia.
Jika
mengamati media sosial belakangan, banyak peristiwa serupa terjadi di berbagai
daerah. Ini kalau dibenarkan, secara kultural, bangsa ini akan kehilangan
generasi emasnya. Secara pendidikan, tidak ada sumber daya memadai. Lima sampai
sepuluh tahun ke depan, misalnya, menulis dan membaca buku, menjadi pemandangan
yang aneh.
Tapi,
kemungkinan kecil bakal terjadi. Tiada bangsa yang mau mengerdilkan dirinya
sendiri. semua bangsa pasti ingin penduduknya maju. Dapat bersaing di kancah
dunia. Termasuk Indonesia.
Itulah
sebabnya, KLPI mau ambil bagian. Membuat Indonesia menjadi bangsa besar. Bangsa
yang diperhitungkan, tentunya.
Pekan
kemarin, sebelum kelas dimulai, sudah ada diskusi panjang menyampir banyak
soal. Pertama-tama, Syarif menunjukkan puisi Danarto yang “hanya” berupa kotak
panjang berjumlah tiga segi empat. Dari penjelasan buku yang dibawanya, puisi
Danarto disebut puisi akibat susunan segiempat itu juga bermakna. Alasannya,
jika puisi adalah juga simbol-simbol bermakna yang dibuat penyairnya, itu
berarti “kotak-kotak” buatan Danarto juga pantas disebut syair.
Tapi,
apakah kotak-kotak bersusun itu memang memiliki makna? Jika ada, lantas apakah
maknanya? Yang pasti, puisi “kotak” yang dibuat Danarto itu memicu pertanyaan
apakah puisi itu sebenarnya? Apakah puisi harus diwujudkan dalam bentuk syair,
kata-kata? Jika iya, lantas bagaimanakah puisi Danarto itu? Setidaknya, puisi
“kotak” Danarto menjadi jalan kembali mempertanyakan pengertian dasar soal
puisi.
Diskusi
juga menyampir kecenderungan esai berbasis travelling. Omongan ini akibat beberapa
kawan-kawan Mapala Syarif, ingin mendokumentasikan catatan perjalanannya berupa
esai. Syarif bilang, di Seram, banyak memiliki situs budaya yang melimpah.
Sejarah kerajaan-kerajaan Tidore dan kerajaan di sekitarnya. Kebiasan-kebiasaan
bergama masyarakat setempat. Perkampungan-perkampungan yang banyak menyimpan
mitos-mitos asing. Dan juga, cerita-cerita rakyat seputar Pattimura dan
rempah-rempah dari tanah adat istiadatnya.
Apa
yang disebutkan Syarif banyak memberikan data-data awal jika mau menulis esai
berbasis pengalaman perjalanan. Apalagi, dari tanah kelahiran Syarif, banyak
hal yang ingin diketahui khalayak. Ini modal besar seperti yang banyak ditulis
bloger-bloger traveling. Intinya, esai hasil pengalaman perjalan seseorang,
layak dibaca khalayak akibat banyak menyimpan kisah-kisah unik.
Omongan
mau tidak mau menyebut Malaka, satu titik di timur Nusantara yang pernah
menjadi daerah strategis perdagangan internasional. Kala di mana Malaka adalah
pusat perdagangan dunia.
Juga,
obrolan panjang menyebut sejarah kerajaan Gowa-Makassar. Terutama seorang
perdana menteri yang polygot: Karaeng Pattingalloang. Nama ini disebut hanya
mau mengingatkan betapa seorang intelektual cemerlang, seperti Karaeng
Pattingalloang, niscaya dibutuhkan jika mau membangun peradaban panjang.
Seperti kerajaan Gowa-Makassar, kerajaan-kerajaan yang pernah digdaya di masa
lalu, di belakangnya pasti ditunjang dengan kekuatan intelektual. Aktifitas
tulis menulis, misalnya.
Diskusi
tanpa disadari harus berhenti. Wawan dan dua teman lainnya datang. Juga tak
lama ikut serta Sandra Ramli. Akhirnya kelas dimulai. Muhajir membukanya.
***
Muhajir
duduk menatap lekat layar laptopnya. Kami hanya berdua. Belum ada siapa-siapa.
Barangkali memang hanya kami berdua yang datang. Dugaan ini agak benar.
Minggu-minggu kemarin, kuantitas kawan-kawan sedikit berkurang.
Akhirnya,
tiada pilihan lain. KLPI tetap berjalan. Hanya saja, kali ini aktifitasnya
berbeda. Kami masing-masing memilih melanjutkan pekerjaan di layar laptop. Kalaliterasi.com
belum menurunkan tulisan hari itu.
Hajir
mengatakan, redaksi Kalaliterasi.com akhir-akhir kebanjiran puisi. Esai, kalah
jumlah. Lama-lama, Hajir bilang, Kala bakal diisi puisi belaka.
Itu
tidak jadi soal. Selama Kala beredar di dunia maya, tulisan esai, atau bahkan
cerpen tak akan ada kehabisan stok tulisan. Ingat, Kala bukan media yang
memiliki target redaksi muluk-muluk. Setiap satu hari satu karya tulis itu
sudah luar biasa. Yang penting konsisten.
Sebenarnya,
jajaran Redaksi Kalaliterasi.com sudah cukup mengisi tulisan satu hari satu
karya tulis. Tinggal diatur saja. Dan, lagi-lagi konsisten. Namun, sampai
sekarang hal itu belum dilakukan.
Terlepas
dari semua itu, sampai sekarang, Kalaliterasi.com masih kuat menurunkan satu
karya tulis setiap hari. Entah sastra ataupun esai, ataupun genre tulisan
lainnya. Walaupun jam terbitnya kadang tidak menentu. Kadang malam, pagi.
Terkadang siang.
Termasuk,
rubrik Unjuk Rasa yang diampu Sulhan Yusuf. Setiap akhir pekan atau awal pekan
akan menjumpai kawan-kawan di lini masa FB. Namun,entah mengapa minggu ini
tulisan khas yang sering ditulis Sulhan Yusuf itu tidak terbit. Mungkin ada
soal, entah apa.
Namun,
satu keyakinan kami, tulisan unjuk rasa Sulhan Yusuf pasti bakal muncul. Ini
hanya strategi beliau menarik kerinduan pembaca setianya.
Syahdan,
besok KLPI dibuka pukul tiga siang.