Manusia,
selain mahluk sosial juga disebut homo faber. Homo faber
merupakan identitas yang menandai bahwa
manusia adalah mahluk berkarya/bekerja. Banyak para filsuf mengidentifikasi
homo faber sebagai cara manusia mengekspresikan dirinya di dalam dunia. Secara umum, manusia
punya dua kemampuan bawaan, yakni berpikir dan bekerja. Kualitas yang pertama,
sudah berabadabad lamanya disebut Aristoteles sebagai homo thinker. Yang
kedua, sebagai kualitas intristik adalah kualitas homo faber itu sendiri.
Abad
dua satu adalah abad kerja. Hampir semua medan kehidupan merupakan realisasi
dari kemampuan manusia melalui proses kerja. Teknologi informasi, yang juga
hasil dari kerja manusia, adalah salah satu pencapaian peradaban mutakhir
penanda manusia sebagai homo faber.
Manfaat teknologi informasi membuat manusia semakin memiliki kemampuan penginderaan jauh dalam mempersepsi kenyataan. Lewat, gadget misalnya, manusia mampu menjebol
batas ruang dan waktu, di saat ingin mengetahui peristiwa, misalnya, perang
Suriah. Lewat gadget pula, manusia bisa memperpanjang indera pendengarannya di
saat asyik berbicara dengan sang kinasih di tempat yang jauh.
Menulis,
sebagai aktifitas, juga adalah jenis pekerjaan. Cuman, berbeda dari pekerjaan
otot, menulis lebih banyak menggunakan otak. Kerja menulis memiliki dimensi
yang berbeda dari kerja pada umumnya, sebab di saat menulis, yang lebih banyak
dijadikan bahan baku adalah ilmu pengetahuan. Informasi yang merupakan bahan
dari ilmu pengetahuan, di saat kerja menulis, memiliki proses yang berbeda dari
pengelolahan barangbarang material yang umumnya ditemukan dalam pekerjaan otot.
Kalau kerja material hanya melibatkan waktu “kekinian” dalam berproses, tidak
pada menulis.
Saat
menulis, waktu menjadi demikian abstrak dalam imajinasi yang memapatkan
sekaligus waktu masa lalu, masa kini, dan masa akan datang secara
bersaamaan. Lewat proses mengingat, membayangkan, dan berpikir ilmu
pengetahuan dikelola. Merangkai satu demi satu informasi yang berasal dari masa
lalu, masa kini, maupun bayangan masa depan.
Ciri
kerja imajinasi demikian juga berlaku di dalam dunia teknologi informasi,
komputer misalnya. Bisa dibilang, ketika suatu informasi telah masuk dalam
jaringan data base CPU, maka tiada batas waktu berlaku di sana. Itu sebab,
informasi yang bertahuntahun lamanya mampu dipresentasekan kembali di waktu
kekinian. Atau bahkan, informasi yang diperuntukkan buat masa depan dapat
dibuat seolaholah dihadirkan di masa sekarang. Kerja demikian tidak mungkin
terjadi begitu saja tanpa pelibatan prosesor canggih yang bekerja dalam bentuk
IC (integrated circuit) sebagai otaknya.
Yang
malang, kemajuan teknologi informasi tidak paralel dengan kemajuan daya kerja
otak manusia. Terutama generasi digital native yang sedari
kecil tumbuh dewasa dididik langung oleh teknologi canggih. Generasi digital native,
akibat terlalu sering bersentuhan dengan teknologi komputerisasi maupun virtual
digital, secara mental mengalami hambatan.
Penurunan kualitas kognitif anakanak digital natives, disebabkan kemampuan otak yang dikerjakan langsung kepada “otak digital” yang ada dalam teknologi komputer dan virtual digital. Akibatnya, daya pikiran menjadi terhambat dikarenakan sudah dikerjakan otakotak digital melalui proses penggunaan alat teknologi canggih.
Proses berhitung misalnya, anakanak digital native lebih suka menyerahkan langsung kepada kalkulator yang tertanam di dalam gawainya sebagai otak utamanya. Alhasil, proses berpikir yang seharusnya dialami langsung, malah tercerabut dari pekerjaan alaminya.
Contoh
lainnya adalah proses tulis menulis. Karena begitu mudahnya efektifitas
teknologi canggih, anakanak muda sekarang malah lebih sering melakukan proses
literasi dengan hanya mengandalkan kemampuan copy paste. Padahal,
dalam tindakan itu tiada proses kreatif yang mampu mengaktifkan seluruh
jaringan otak agar bekerja. Akibatnya, proses copy paste hanya menghasilkan
robotrobot pencetak informasi imitasi.
Alhasil, generasi digital native bukanlah anakanak pekerja keras. Otaknya tidak pernah dipekerjakan melalui aktifitas literasi, walaupun teknologi informasi berkembang pesat. Meskipun, lewat kemajuan teknologi informasi begitu banyak informasi yang betebaran di dalamnya.
Alhasil, generasi digital native bukanlah anakanak pekerja keras. Otaknya tidak pernah dipekerjakan melalui aktifitas literasi, walaupun teknologi informasi berkembang pesat. Meskipun, lewat kemajuan teknologi informasi begitu banyak informasi yang betebaran di dalamnya.