Menulis
tanpa melibatkan pengalaman langsung adalah pekerjaan yang mengandung resiko.
Bisa jadi apa yang ditulis akan mengadangada. Tapi apa boleh dibilang,
pekerjaan rutin tiap akhir pekan yang mau merekam kejadian seputar KLPI harus
tetap dilakukan. Makanya, dengan mengambil resiko yang bisa saja tidak sesuai
fakta, tulisan ini dibuat.
Kelas
menulis PI pekan 17 hanya dihadiri segelintir orang. Ini gejala yang sudah
terjadi di hampir dua bulan belakangan. Soal ini, laporanlaporan di tulisan
sebelumnya sudah sering mengulasnya, terutama catatan pekan kemarin. Soal ini
semua yang terlibat di kelas menulis PI tahu situasinya. Juga bagaimana harus
menyelesaikannya.
Tulisan
ini hanya dipusatkan dari laporan kawankawan, terutama soal Vivi yang sudah
menulis esai, yang sebelumnya lebih sering membawa cerpen. Mauliah Mulkin yang
menulis memoar kepada ayahanda atas wafatnya 16 tahun silam. Muhajir yang
mengangkat fenomena tetangganya yang sering membakar lilin merah di belakang
rumah dengan maksud menolak bala. Dan beberapa kejadian soal obrolan kawankawan
yang lain (sampai catatan ini ditulis, belum ada informasi valid soal tulisan
yang dibawa kawankawan yang lain).
Pertama
tentang pilihan Vivi yang membawa satu esai soal orangorang berkebutuhan
khusus. Sampai sejauh ini, orangorang difabel adalah tema utama yang jadi
pilihan Vivi. Kemungkinan ini dinyatakan dari background keilmuan yang kiwari
digelutinya. Dari sudut pandang tertentu, tema yang sering diangkatnya adalah
hal yang baru di kelas menulis PI.
Yang unik dari pilihan Vivi adalah caranya
dalam mengungkapkan dunia anakanak difabel melalui cerita pendek. Sejauh ini,
dari perbendaharaan wacana kawankawan, obrolan soal orangorang berkebutuhan
khusus jarang menjadi pilihan perbincangan. Setidaknya, tema yang sering
diajukan Vivi adalah dunia baru yang bisa digarap kawankawan jika mau membuat
suatu ulasan. Terutama Vivi, ini adalah khas yang dari situ dia bisa membangun
karakter tulisannya.
Soal
karakter itu penting. Apalagi kiwari banyak perbendaharaan tema yang sudah
sering diangkat penulis pemula maupun profesional. Akibatnya agak sulit untuk
mau menemukan satu wacana khas yang identik dengan gaya menulis seseorang.
Namun, seperti sidik jari, tema tulisan seseorang sudah ditakdirkan berbeda
dengan tema tulisan lain. Apalagi soal gaya menulis, jika tema bisa saja sama,
adalah pintu masuk seorang penulis yang mau membangun ciri personalnya.
Kasus
semisal Vivi dengan tema orang berkebutuhan khusus bisa jadi sudah banyak yang
mengangkatnya, tapi tema difabel dengan genre cerpen mungkin hanya segelintir
penulis yang melakukannya.
Yang
dilakukan Vivi sejauh ini istikomah menggarap satu tema difabel juga dilakukan
beberapa kawankawan. Sebut saja Jusnawati yang hampir semua tulisannya berpusat
kepada hal ikhwal perempuan. Jika mau dipecah, maka akan banyak beragam tema
turunan yang ditemukan dari tulisan Jusna selama ini tapi tetap konsisten
dengan tema semula. Juga Mauliah Mulkin yang menaruh passion kepada tematema
parenting, juga beragam cabang tema yang tetap berporos kepada parenting
sebagai pusatnya. Artinya, selain karakter, konsistensi terhadap tema tertentu
seperti yang dicontohkan beberapa kawankawan adalah suatu cara membangun
karakter personal.
Sebagaimana
Mauliah Mulkin dengan Bapak in My Memory merupakan judul tulisan yang masih
berpusat kepada Parenting sebagai dasarnya. Relasi orang tua dan anak inilah
yang gamblang sebagaimana di dalam wacana parenting terlihat di dalam tulisan
yang membangun isinya dari kenangankenangan terhadap ayah di masa hidupnya.
Jika dicocokkan dengan apa yang disebut Muhidin M. Dahlan sebagai esai
mengantar arwah, bisa dibilang esai yang di tulis K Uly, begitu sering ia
disapa, adalah esai yang ditujukan kepada orangorang yang telah pergi
mendahului mereka yang masih hidup. Sebagaimana Ben Anderson yang menulis esai
di kala Soe Hok Gie meninggal di Gunung Semeru, Rosihan Anwar kepada temanteman
seangkatannya, juga Daniel Dhakidae di Kompas yang menulis untuk Rosihan Anwar
sendiri di kala wafat, esai arwah adalah tulisan yang galibnya dibuat untuk
mengingat yang luput dari pemilik arwah bagi kehidupan yang ditinggalkannya.
[1]
Namun,
tema yang sering diulas bukan berarti tanpa resiko. Seperti hasil obrolan di
kelas menulis pekan 16, menulis dengan tema yang seringkali sama bisa membawa penulis
kepada pengulanganpengulangan informasi yang sudah sering diulas. Masalah ini
besar kemungkinan terjadi jika tidak disertai riset terhadap tema yang sudah
sering jadi garapan sebelumnya.
Makanya riset itu hal elementer dan penting
untuk membuka kemungkinan baru agar tulisan tidak jatuh kepada repetisi yang
berkepanjangan. Kedua, seperti di catatan sebelumnya, eksperimen adalah hal
yang juga akan membantu tulisan memperoleh sudut pandang yang jauh lebih fresh.
Eksperimen ini bisa macammacam modelnya, di suatu waktu bisa berbentuk tukar
pikiran melalui dialog, atau uji coba yang diterapkan langsung di dalam kehidupan
nyata.
Eksperimen
yang melibatkan ide ataupun gagasan, bisa dibilang hal yang harus sering
dilakukan. Apalagi jika suatu karya ingin dibuat menjadi fiksi. Hampir
semua penulis besar jika ditelisik mengandalkan eksperimen di dalam tulisannya.
Pramoedya Ananta Toer misalnya, disebut sering melibatkan orangorang
terdekatnya untuk dijadikan kawan dialog semasa di Pulau Buru. Bahkan dalam
kasus ini, eksperimen Pram adalah kerja kolektif yang membuat tulisannya jadi
bernas. Atau, Andrea Hirata misalnya, yang disebut pernah mengujicobakan secara
langsung bagaimana merasakan naik motor yang kehabisan bensin di tengan jalan
hanya untuk mau menggambarkan perasaan Ayahnya di kala mendorong sepeda
bermilmil jauhnya di salah satu bagian ceritanya. Juga Eka Kurniawan yang
seringkali bermainmain mengubah jalan cerita suatu kisah yang tak pernah
dipikirkan orangorang dengan rumus “bagaimana jika seperti ini
kejadiannya-bagaimana setelahnya”.
Muhajir
yang belakangan bereksperimen soal pengalaman langsungnya terhadap peristiwa di
sekitarnya adalah salah satu contoh bagaimana kisahkisah kecil digubah dalam
suatu karya tulis. Tulisannya soal lilin merah di belakang rumah tetangganya,
jika dibaca setidaknya mulai bisa menyoroti halhal serius di balik kehidupan seharihari.
Hal ini barangkali karena ditunjang dengan alam berpikirnya yang getol
mengkonsumsi wacana filsafat.