"Saya belajar dari Maxim Gorki yang betulbetul saya kagumi.
Gorki kalau menulis bagai memegang tiang rumah, kemudian mengguncangkannya
sehingga semuanya berubah dan bergerak" Pramoedya
Ananta Toer.
Semenjak rumahnya kedatangan orangorang asing. Syahdan, semua
berubah menjadi berbeda: dunia dipandang sebagai tempat di mana niat mesti
diperjuangkan. Pelagia Vlassov menjadi perempuan yang berubah. Ia menjadi
seorang ibu yang tegar hadapi dunia yang karutmarut.
Semangatnya membuncah penuh getar untuk bertindak. Perempuan yang
awalnya jadi korban kekerasan rumah tangga akhirnya tahu, bahwa perempuan tidak
dinubuatkan untuk mengembik.
Dunia yang dilihatnya hanyalah keadaan yang sudah terlembakan
berabadabad lamanya, dengan kekerasan, kemiskinan, kerja rodi, mabukmabukkan,
sontak berubah. Di balik matanya yang biru: dunia memang tak seharusnya menjadi
kalap.
Keadaan itu berubah semenjak anaknya, yang
aktivis buruh, menjadikan rumahnya tempat pertemuan tersembunyi. Anaknya,
Pavel, memang seorang aktivis buruh. Bersama temantemannya, dirumah sudut
perkampungan di atas sebuah tanggul, perbincangan Pavel bersama temantemannya
menyadarkan Pelagia Vlassov tentang arti sebenarnya keadaan yang mereka alami.
Saat itu memang Rusia adalah negeri yang sedang menyambut awal abad dua puluh. Sebagaima Eropa, industrialisasi gencar. Sulingsuling pabrik ditiap paginya sudah bunyi membangunkan kaum buruh untuk bekerja. Asapasap mengepul membungbung. Di bawahnya, kaum pekerja harus bangun dengan tuntutan kerja atas tenaga yang mereka miliki.
Dengan cara itulah Pelagia hidup. Wanita empat puluh tahunan
dengan tubuh yang sedikit bungkuk harus bekerja dengan suaminya yang
berperangai kasar sebagai montir di sebuah pabrik. Juga anaknya Pavel yang
pendiam.
Begitulah Maxim Gorki dalam novelnya, Ibunda, membangun sebuah
sketsa cerita. Suatu kehidupan seorang Ibu dan anaknya yang sadar untuk
memotong rantai nasib yang tak melar berabadabad. Di ceritanya itu, Gorki,
melalui Pelagia, ingin membilangkan bahwa seorang ibu yang memiliki satu bilik
di dalam rumah, juga bisa turut mengambil sikap perjuangan atas keadaan yang
timpang.
Sebab itulah barangkali Pram terkagumkagum. Gorki nampak
mengguncang tiang pancang suatu rumah, dan membuatnya berubah dan bergetar.
"Rumah" dalam kalimat Pram bisa berarti banyak hal.
Tapi, sebagai suatu tempat di mana kesadaran dan tubuh dipertautkan, rumah
adalah ruang tempat semuanya mesti sejenak rehat. Di sana, di rumah, kita
berhenti untuk bertindak, sebab fungsi rumah adalah tempat tenaga dan pikiran
dipupuk. Rumah, adalah ruang yang dibangun untuk menyediakan tempat aman dan
rasa tentram ditemukan. Di rumah, semuanya akhirnya jadi normal.
Tapi kata Pram, Gorki datang untuk mengguncangkannya.
Tiangtiangnya tiba untuk digetarkan agar semua berubah dan nampak berbeda.
Rumah, dalam arti stage yang sudah selalu kokoh bagi landasan
pandangan dan keyakinan kita, akhirnya barangkali memang mesti dipugar. Sebab,
yang kokoh biasanya akan kehilangan sesuatu yang bisa membuat orang bisa peka.
Yang kokoh, kadangkadang memang tak selamanya sudah sempurna.
Maka itulah suatu guncangan bisa membuat semuanya berubah. Dalam
Ibunda, Pelagia mengalami itu dari pertemuan anaknya Pavel dengan
temantemannya. Di saat ia menjamu tamutamu anaknya, terbukalah pintu rumah
jiwanya. Ia banyak mendengar kata asing dan pemikiran asing yang nampak baru
dan membingungkan.
Kaum sosialis, kita tahu adalah orangorang yang menggebugebu untuk
membangun tatanan yang tanpa hierarki. Sebab tatanan yang bertingkat besar
memunculkan dominasi. Maka itulah tatanan yang dibentuk dengan tingkatan yang
berkelas harus dirubuhkan. Kaum sosialis mengusulkan keadaan tanpa kelas
sehingga dominasi dengan sendirinya akan terhapuskan. Kelas Borjuis, begitu
setan itu sering kali disebut, seharusnya disingkirkan dalam tatanan sosial.
Yang namanya setan sudah pasti buruk. Tapi apakah kaum Borjuis adalah setan
yang buruk? Tapi ini lain soal.
Membaca Ibunda Gorki sebenarnya sama halnya kita menengok “rumah”
kita. Di negeri ini masih banyak Ibuibu yang setia untuk menggetarkan tiang
negeri atas anakanak mereka yang ditilap rejim. Istriistri aktivis kemanusiaan
yang sudah parau tapi tak ingin dihalau lupa. Juga perempuanperempuan tua yang
masih percaya bahwa sebuah niat memang harus terus diperjuangkan.
“Ada banyak orang yang cukup mendapat makan, tapi sedikit orang
yang cukup jujur. Kita harus bangun sebuah jembatan di atas rawarawa kehidupan
yang busuk ini ke arah kegemilangan hari depan…itulah kewajiban yang kita
hadapi sekarang” Begitulah Gorki menulis. Mengguncang juga lamatlamat bisa
hilang.