Puasa dan Simulakra

Ramadhan telah memasuki hari kedelapan dan hendak memasuki hari kesembilan. Sudah menjadi tradisi di dalam masyarakat kita jika tiba pada bulan ilahi banyak terjadi perubahan yang serba cepat. Bukan saja masyarakat, komponen-komponen media pun berlomba-lomba menyuguhkan menu ramadhan untuk mencari berkah bulan yang dijanjikan pahala berlipat. Dari acara berita hingga sinetron, banyak yang berlomba-lomba menarik minat penonton untuk menaikkan reting siarannya. Iklan-iklan yang sebelumnya tak memiliki kaitannya dengan bulan ramadhan justru berbalik seratus delapan puluh derajat. Para tokoh-tokoh iklan nampak berbusana muslim, wanitanya indah dengan kerudung warna-warninya, sedang prianya tampan terlihat dengan baju koko plus dengan kopiahnya. Stasiun televisi berlari secepat mungkin mempertontonkan kealiman acara-acaranya, menggelar tabligh akbar sampai memperlihatkan orang-orang yang berurai air mata dengan pesan-pesan ustad dadakan. Singkat cerita bila kita menonton tayangan-tayangan yang disuguhkan selama bulan ramadhan, maka kita pun serempak menjadi penonton yang soleha. 

Apa yang terjadi selama bulan ramadhan adalah fenomena unik yang patut kita apresiasi. Minimal selama bulan ini kita menuntun diri untuk memacu jiwa agar menjadi insan yang bertakwa. Namun kiranya perlu digaris bawahi bahwa fenomena yang kita saksikan dalam sebulan didalam media-media adalah fenomena yang berwajah ganda. Disatu sisi ia menyuguhkan religiuitas namun disisi lain ada permainan simbol yang memberikan pemaknaan kedua. Pemaknaan kedua inilah yang kita hendak kaji. Oleh Baudrillard, pemaknaan kedua ini disebut dengan simulakra.

Simulakra dicetuskan pertama kali oleh Jean Baudrillard, salah seorang filosof Perancis yang terkenal. Simulacra dapat diartikan sebagai tanda/simbol yang dibuat di media atau budaya untuk mempersepsikan realitas. Menurut Baudrillard, pada masyarakat modern, kenyataan telah digantikan oleh simulasi kenyataan, yang hanya diwakili oleh simbol dan tanda. Sadar atau tidak, bulan ramadhan telah dipersepsikan melalui media dengan permainan tanda dan simbol yang menjauhkan kita dari realitas yang sebenarnya. Penyuguhan media-media telah mengganti persepsi manusia dengan persepsi yang mereka hadirkan. Ramadhan yang seharusnya dilewatkan dengan pemenuhan ibadah bagi kita akhirnya tergantikan oleh kepentingan yang dihadirkan oleh simulakra itu sendiri.