Pada tulisan kali ini penulis hendak memaparkan sejarah
konsep ideology sebagai studi kritis bagi pembaca untuk melihat bahwa
ideology merupakan salah satu tema yang menarik untuk di perbincangkan.
Pertimbangan ini lahir dengan asumsi sekiranya dalam sebuah diskursus atau
wacana pastinya tidak terlepas dari struktur ideology yang ada, hal inilah yang
mendorong penulis tertarik untuk membahasnya.
Ideologi sebagai istilah, pertama kali muncul dipermukaan kancah
khazanah pemikiran diperkenalkan oleh Antoine Destutt de Tracy pada abad ke 18,
walaupun akar maknanya dapat di tarik jauh kebelakang pada Bacon, Machiavelli
bahkan hingga Plato. Para pemikir sosial lebih melihat asal usul istilah dan
kajian ideology bermula dari konsep idola bacon. Hanya saja de Tracy-lah yang
berhasil menggagas ideology dengan cara yang sistematis dan tegas. De
Tracy memberikan pengertian ideology sebagai pengkajian akan ide-ide atau ilmu
pengetahuan akan ide. Dari pengertian ini de tracy memberikan garis tegas bahwa
kajian menyangkut ideology terlepas dari prangsangka-prasangka, mitos dan
takhayul.
Dengan kata lain ideology adalah ladang pengkajian yang sifatnya
netral dan dituntut untuk dipandang sebagai entitas yang objektif. Selanjutnya
oleh de Tracy bahan kajian dalam pembahasan ideology adalah asal-usul ide, mengapa
suatu ide muncul, bagaimana berkembangnya serta upaya apa yang dilakukan untuk
menangkap ide-ide itu. Penjelasan seperti ini, oleh penulis masih mendekati
pengkajian secara filosofis atau lebih tepatnya adalah epistemology, salah satu
cabang dalam filsafat.
Pemikiran de Tracy bila dilihat memiliki hilir pada
salah satu tokoh filsuf pada abad pencerahan, John Locke. Pada pemikiran John
Locke, menyatakan ide adalah hasil sensasi dari observasi yang dilakukan oleh
manusia. Lebih jauh lagi locke mengungkapkan adanya jenis-jenis ide dan
bagaimana terbentuknya dalam pemikiran manusia. Dari konsepsi inilah sehingga
tracy mendapatkan pijakannya. Oleh tracy ideology harusnya mampu
menandingi ketepatan sebagaimana ilmu alam, yang artinya ideology merupakan
kajian keilmuan yang bersandar pada sensasi yang didasarkan pada observasi. Ia
bahkan mengatakan ideology harus mampu menjadi piranti dalam dasar
bagi pendidikan dan ketertiban moral. Olehnya itu, ideology pada
pengertian ini memiliki pengertian yang positif.
Ideologi yang berstreotip negativ pertama kali digunakan oleh
Napoleon yang kecewa terhadap teman-temannya yang tak sepakat dengan sikapnya
yang cenderung diktator dalam menerapkan keputusan-keputusan di saat menjadi
penguasa Prancis. Pada saat itu, Napoleon memberikan identitas kepada
kawan-kawannya itu sebagai kaum “ideologues” yakni kaum yang
cenderung ideal dan tidak realistis. Pada pengertian ini kaum ideologues
dicirikan sebagai orang-orang yang menempatkan tujuan-tujuan ideal tanpa melihat
kondisi materil suatu masyarakat.
Karl Marx : Ideologi sebagai Kesadaran palsu
Asumsi di atas perlu disimak dari konsepsi Hegel menyangkut ide
sebagai gerak ruh absolut yang selalu menyempurna, dan kesempurnaan ruh yang
absolut termanifestasi pada Negara. Bagi Hegel Negara adalah kesempurnaan ruh
yang mengejewantah untuk mengatur masyarakat yang berada di bawahnya. Hegel pun
menjelaskan karena Negara adalah manifestasi ruh maka masyarakat harus tunduk
dan serta merta harus mengikuti jalannya sebuah Negara. Asumsi ini berdiri pada
pilar pijakan bahwa rasio manusia bukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh
Immanuel Kant, bahwa rasio manusia mampu menjadi kritis jika terjadi upaya
refleksi dari upaya rasio itu sendiri, melainkan rasio itu bisa menjadi
kritis jika mendapatkan tantangan dari kondisi yang ada di luar dirinya.
Di satu sisi oleh Hegel, rasio menurut Kant
bersifat transcendental yakni sesuatu yang mutlak dan tak tergoyahkan
yang menempatkan rasio terlepas dari kenyataan. Pendapat inilah yang bagi
pembacaan Hegel keliru dikarenakan kesempurnaan rasio ditentukan sejauh mana
rasio itu mendapat tantangan di luar dirinya dan dari pertentangan inilah rasio
merangkak naik menuju kesempurnaannya. Proses dimana rasio mendapat ujian dari
tantangan yang ada inilah yang bagi filsuf jerman ini disebut dengan
dialektika.
Jadi bagi Hegel Negara adalah hasil dari proses
dialektika pikiran yang menyempurna dan sempurna. Karena kenyataan sejati
bersumber dari pikiran, dan Negara adalah hasil dari ide yang sempurna dari pikiran
maka yang sempurna dalam pikiran sempurna pula pada kehidupan ini.
Konsepsi diataslah yang menjadi kritikan marx terhadap pemikiran
Hegel. Bagi Karl Marx apa yang dikatakan Hegel adalah sesuatu yang sangat tidak
realistis. Kondisi social politik yang berjalan pada saat itu menjadi titik
pijakan Marx dalam membangun teorinya. Dikarenakan kondisi Negara yang pada
saat hidupnya, terlampau jauh dari apa yang pernah di gagas oleh pendahulunya,
mulailah Marx menganalisis kondisi yang terjadi pada zamannya. Marx mulai
melihat relasi yang terjadi pada masyarakat pada saat dimana kondisi social dan
budaya telah bergeser pada zaman feodalisme menuju masyarakat industry. Pada
masa transisi inilah Marx, menggerakkan penanya untuk menjadikan teorinya
sebagai salah satu pisau analasis masyarakat.
Sementara, kondisi masyarakat pada saat itu bagi marx terbagi oleh
kehadiran mesin-mesin produksi yang menghadirkan kesenjangan terhadap
masyarakat. Lebih jauh marx menjelaskan bahwa kondisi social masyarakat
dibentuk oleh sejauh mana mesin produksi ini dapat dipergunakan oleh
pemiliknya. Artinya bagi ia hubungan masyarakat ditentukan oleh relasi mereka
terhadap mesin-mesin produksi yang dimaksud. Marx pun menilai mesin produksi
yang dikuasai malah menjadikan penindasan terhadap masyarakat yang berada
dibawah komando pemilik mesin produksi. Marx menamakan orang-orang yang
menguasai alat-alat produksi dengan sebutan “borgues” dan mereka yang
dipekerjakan oleh pemilik alat-alat produksi disebut dengan “proletart”.
Dari pembacaan diataslah marx menilai Negara adalah bentukan kelas
borjuis untuk menguasai alat-alat produksi demi kejayaan mereka. Dengan apa
kaum borjuis menjadikan kelas pekerja atau masyarakat untuk ikut serta
mendukung peranan kaum borjuis?, Marx mengatakan kesadaran palsulah yang
diciptakan Negara untuk melanggengkan penindasan yang terjadi. Kesadaran palsu
inilah yang oleh Marx disebut dengan ideology.
Pada pemikiran Marx ideology adalah konsepsi palsu yang diciptakan
negara untuk memberikan “pandangan semu” menyangkut dunia bagi masyarakat dalam
system masyarakat industry. Jadi pada konten pemikiran Marx Negara adalah alat
yang dikuasai oleh kaum borjuis untuk menjalankan kepentingan pasarnya lewat
jalur eksploitasi tenaga kerja dan system produksi melalui aturan main yang
diatur oleh negara.
Ideology: Kesadaran (palsu) Revolusioner
Berbeda dengan Marx yang mengutuk ideology, justru oleh hampir
sebagian besar pengikutnya menjadikan ajaran-ajarannya sebagai ideologi. Namun
disini perlu kita lihat, mengapa oleh Marx ideology dinilai sebagai
kesadaran palsu sedangkan bagi pengikutnya malah menjadikan
pemikirannya sebagai ideology?
Hal ini dapat dijelaskan oleh penulis perancis bahwa ideology
bagaikan kata magis yang menarik pengorbanan bagi kaum muda terutama dalam
mengatasi kehidupan. Penjelasan ini juga dapat kita simak dalam
pemikiran Bacon tentang konsep “idola”. Konsep ini menjelaskan dalam watak
manusia selalu melakukan penyandaran atas dirinya terhadap sesuatu yang
dinilanya sebagai patron imajiner untuk dijadikan sebagai pantan dan
percontohan bagi segenap perilaku dan erbuatan yang dilakukan. Artimya dalam
konsep idola Bacon, ada relasi antara subjek(Manusia) dan objek(ideology) untuk
menyerap dan menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung
dalam ideology yang dipahami bagi diri, dan biasanya dalam relasinya
terjadi proses objektivikasi dan pengorbanan.
Penjelasan lain tentang ideology dikemukakan pula oleh
pemikir Marxisme strukturalis, Louis Althusser. Baginya dengan mengikuti
pemikiran Marx tanpa harus menjadi Marxis ortodoks mengungkapkan
bahwa ideology pada pembentukannya sebenarnya sudah tertanam jauh
dalam diri manusia semenjak ia lahir. Berbeda dengan Marx bahwa negaralah yang
menciptakan ideology, oleh Althusser, keluarga dan masyarakatlah yang pertama
kali menanamkan kesadaran palsu bagi manusia. Pendapat ini didasarkan kepada
pemikiran Althusser bahwa kesadaran manusia dibentuk oleh struktur yang
melingkupinya.
Sebelumnya, struktur dalam kajian strukturalisme adalah
relasi-relasi yang saling berkaitan dan berhuhubungan sampai membentuk
seperangkat system jejaring yang memiliki maknadan termanifestasi terhadap
apapun. Sederhananya, kaum strukturalisme mengatakan bahwa mulai dari bahasa
sampai budaya bahkan agama pada dasarnya terdiri dari struktur dan senantiasa
membentuk kesadaran manusia. Dalam buku Tentang Ideology, disitu Althuser
mengatakan masyarakat lewat srruktur keluarga, sudah memberikan
kerangka-kerangka yang membatasi ruang pandang individu mengenali dunia. Baginya
dunia individu semenjak semula sudah tebingkai struktur yang sudah tertanam
daam dirinya. Tumbuhlah ia, menjadi manusia yang digerakkan struktur. Tak
menyadari dan semakin menjauhlah ia dari dirinya.
Lebih jauh lagi dalam pengkajiannya, Althusser adalah tergolong
orang yang mempelopori kajian ideology mikro, ideology yang masuk sampai pada
tindakan terkecil manusia, mulai dari pembicaraan yang sederhana sampai
yang njelimet, dari sepak bola sampai bola dunia, dari pakaian sampai
politik. Sederhananya apa yang kita bicarkan dan lakukan tak terlepas dari
kungkungan ideology. Berbeda dengan Marx yang mengatakan ideology adalah
kesadarn palsu, Althusser Mengatakan ideology adalah sesuatu yang “given”,
terberi dan tak disadari oleh manusia sudah tertanam jauh dalam kehidupannya.
Ideology adalah produk sejarah yang menjelma secara alamiah.
Semenjak lahir hingga liang lahat manusia diatur sedemikian rupa lewat
mekanisme yang tak mampu disadarinya sehingga bagai kepercayaan yang irasional
dan tak memiliki landasan. Inilah penegasan ideology oleh orang yang pada akhir
hidupnya konon mengalami kegilaan.
Telah banyak pemikir yang mengulas sejauh kemampuannya mengkaji
ideology dari sudut pandang masing-masing. De Tracy mengatakan ideology
adalah ilmu tentang kumpulan ide, gagasan yang harus
mampu dibuktikan dalam alam kenyataan dan mampu membawa manusia pada jalur
moralitas, Napoleon mengatakan ideology adalah milik kaum idealis yang
cenderung tak realistis, sedang Marx ideology adalah kesadaran palsu yang
diciptkan Negara bagi kepentingannya, lain hal Althusser, ideology adalah
kepercayaan yang secara alamiah bentukan struktur yang tanpa disadari masuk
dalam diri manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa pengertian diatas secara tersirat memberikan adjektif negative(kecuali
de Tracy) terhadap ideology. Lalu kenapa banyak orang yang rela mati
demi ideologinya, mengorbankan hidup tanpa memikirkan pribadinya. Setidaknya
oleh Ali Syariati dalam buku Ideologi kaum intelektual, memberikan makna
“emosional” terhadap ideology. Artinya bahwa ideology sudah membawa peran untuk
menarik minat berbagai manusia untuk berkorban. Ali Syariati mengyakini bahwa
ideology identik dengan kaum intelektual, baginya kaum intelektual seharusnya
memiliki ide yang gamblang tentang ideologi untuk merumuskan jalan hidup.
Ali Syariati membedakan ilmu dan ideologi dan tidak seperti de
Tracy yang pengertian ideologinya masih bersifat netral
dikarenakan ideology adalah sekumpulan ilmu yang seharusnya netral.
Lain hal dengan itu, ideology dalam pemahaman Ali syariati
seharusnya tak netral, ia harus berpihak, dan jikaditanya berpihak kemana maka
akan dijawab berpihak kepada Kaum tertindas. Mengapa demikian? Ali Syariati
menjelaskan berdasarkan kajian kesejarahan menyangkut para Nabi yang diutus
oleh Tuhan bukan sekedar membawa wahyu yang mengajarkan manusia zikir dan doa
belaka, melainkan membawa pesan pembebasan akan umat yang tertindas.
Menurutnya, apa yang dibawa oleh Nabi-nabi samawi adalah ideology pembebasan,
ideology yang dibawa Musa untuk membebaskan kaum bani israil dari kezaliman
Firaun, Isa yang dengan kasih sayangnya membelah keotoritarian penguasa Romawi
dan Nabi Muhammad dengan gagasan egalitarianism dan penghulu kaum tertindas.
Baginya ideology adalah pembebasan akan kaum tertindas.
Menurut Ali Syariati, ideology adalah seperangkat sistem keyakinan
yang ditaati dan dimiliki oleh segenap kelompok, ras, bangsa, atupun kelas
sosial untuk dijadikan sebagai azas berperilaku yang sebagaimana
seharusnya. Lebih jauh lagi Ia mengatakan ideology merupakan panggilan jiwa
bagi kaum-kaum mustada’afin, dimana didalamnya memiliki kesetiaan (committed).
Ulasnya, bagi seorang ideolog, ideologinya merupakan suatu keharusan, dimulai
dengan sikap dan pandangan kritis untuk mendobrak status quo kaum mapan dari
aspek poitik, ekonomi, kebudayaan, dan moralitas.
Terlepas dari apakah ideology memiliki peran dan makna negative
ataupun terma yang memiliki daya magis, dalam kondisi seperti sekarang ini
diperlukan seperangkat sistematisasi gagasan-gagasan yang mampu memeberikan
visi dan pandangan dunia tertentu untuk merubah tatanan system yang terbangun
dari azas penindasan dan keserekahan. Tengoklah disekitaran kita, sebagaimana
yang dikatakan oleh Althusser, kita seakan-akan tak sadar dari kenyamanan dan keamanan
yang dirasakan bahwa jauh dari penginderaan kita bermain kepentingan ideologis
tertentu lewat struktur yang secara halus menindas kita.[]