Surat untuk Sahabat

Tahukah ternyata perubahan itu letaknya dibelakang….; disana ada kisah, keluh kesah, pembelengguan, pembebasan, cawan air mata dengan bingkai emosi yang meledak-ledak. Tersembunyi dalam altar pikiran yang tajam nan progres. Hadirlah disana engkau yang bagiku senantiasa berkontradiksi, menjadi sahabat sekaligus saudara, teman sekaligus lawan, belakang sekaligus depan. Benar, keduaan kita senantiasa berawal dari satu yang sama. Sedianya engkau berkata dalam batinku; jangan berhenti. Sudahkah engkau tengok,  dari cawan yang sama kita menimba gunung kita masing-masing. Hingga tak sadar waktu menjadikan kita berbeda; kita tak sama, kita saling berlomba, namun sedianya kita masih dalam satu ruang yang sama, altar yang sama, menara yang sama. Dimana kita berdiri melihat, menerawang, mendiskusikan sebuah penantian akan kebebasan, idealisme dan keadilan.

Duhai engkau yang menjadi penempa semangatku dikala ruang baru kekenali. Tahukah engkau dari watakmu aku belajar, karaktermu aku menilai, senyummu aku sayang dan dari marahmu aku memahami. Benarkah jika proses itu bukanlah mengenali? melainkan mengingat. Mengingat dari yang Ada. Salahkan jika ini salah bagimu, karena kutahu engkau memiliki sejumlah perbedaan denganku, tapi jangan pernah engkau singkirkan dari kepalamu yang tak berhenti bekerja bahwa kita berakar dari buku-buku yang sama, kamar yang sama, piring yang sama bahkan sabun yang sama, tapi aneh bagiku kenapa kita senantiasa tak pernah mengingat kenapa itu terjadi?

Wahai kawanku memilih adalah keharusan, berjalan adalah kemestian, pilihanmu adalah penghargaanku, jalanmu adalah nilai bagaiku, kata-katamu adalah pikir bagiku sedang suaramu adalah memoriku. Walaupun jalan terlihat bercabang, waktu dirasa berbeda, ruang dipikir berlainan, kita adalah anak manusia yang senatiasa berkontradiksi dalam unsur tanah yang sama dikawah langit yang sama. Hanya saja kita memiliki salah satu ruang dalam kepala kita yang mungkin saja berbeda. Tapi ketika engkau berfikir aku pun menggunakan alat yang sama denganmu. Bukankah ini persamaan kita.


Persamaan pasti meniscayakan adanya perbedaan. Namun perbedaan itu hanyalah isi laksana anggur yang berada dalam cawan yang sama. Jika dalam harimu engkau bekerja untuk kaum proletar, maka dalam sudut dunia yang lain akupun begitu, jika engkau emosi kepada bagundal penguasa, maka akupun menyematkan dendam yang sama porsinya bagimu. Sahabatku sekalgus saudaraku!!, bahwa dibalik gedung yang mencakar langit itu,  tersimpan banyak memori yang kan kujadikan pegangan dari tangan kita yang sama. Laksana petir, mari kita sematkan dalam-dalam setiap gagasan kita dalam ikhlas yang tulus, emosi yang sayang, marah yang cinta, akan satu alegori yang langkahku dan langkamu hanyalah perbedaan aksidenta;, bahwa kita sama, kita satu, sedia kala menanti satu bahasa akan kehidupan yang entah dimana tapal akan mempertemukan kita.

Salam Sayang dariku Kamrad
Tulisan tahun 2009